Kamis, 23 Juni 2016

Yayuk Basuki

Profil Yayuk Basuki


YAYUK Basuki tak ikut Sea Games mendatang di Jakarta. Publik tenis Jakarta pun bakal kehilangan kesempatan menyaksikan “superstar” tenis putri Indonesia yang belakangan ini namanya kembali meroket karena menjuarai dua kejuaraan ganda di manca negara.
Urungnya Yayuk mengikuti Sea Games ini tampaknya ada kaitannya dengan ambisinya untuk menapaki tangga 20 besar dunia – upaya yang berat-- mengingat ketatnya persaingan tenis wanita dunia sekarang ini. Yayuk sekarang ini menduduki peringkat 21 – peringkat itu cepat sekali berubah dengan banyaknya turnamen di dunia.
Toh tekad Yayuk Basuki sudah bulat: inilah tahun terakhir untuk menembus peringkat 20 dunia itu atau mundur sama sekali dari dunia tenis. Tekad yang sebenarnya sudah melekat sejak ia mulai mengayun raket di bawah bimbingan kedua orang tuanya, Budi Basuki dan Sutini. Sejak usia lima tahun sang ayah yang purnawirawan polisi telah memperkenalkan Yayuk pada tenis. Umur tigabelas tahun Yayuk mulai bernaung pada sebuah klub tenis di Ragunan, Jakarta, sampai tahun 1989. Yayuk ditangani beberapa pelatih secara bergantian, tapi yang paling besar jasanya bagi Yayuk adalah nama Mien Gondowidjojo yang dianggapnya bukan sekadar pelatih tapi sudah seperti orang tuanya sendiri. Tahun berikutnya Yayuk masuk klub Pelita.
Di klub milik Aburizal Bakrie ini orang menyaksikan Yayuk, gadis Yogyakarta kelahiran 30 November 1970 itu, merangkak sukses. Dia mulai melanglang buana. Walaupun begitu, jalan yang ditempuh Yayuk tidak semulus jalan tol. Karena sering absen di arena yang membawa “bendera nasional” maka kerapkali Yayuk “ribut” dengan PB Pelti. Dia kerap dituduh mementingkan diri sendiri di atas kepentingan nasional dan tuduhan semacamnya itu.
Kontan saja Budi Basuki mengeluarkan reaksi ketika itu. “Pelti tak perlu ribut kalau memang Pelti lebih mengutamakan kepentingan bangsa," kata Budi tegas. Komentar ini memang tak berlebihan, tiga belas tahun sudah Yayuk loyal membawa nama negara.
Belum lama ini, akhirnya Yayuk Basuki harus dicoret dari tim Fed Cup Indonesia. Sebabnya, Yayuk dan Suharyadi – suami dan pelatih Yayuk sekarang – dianggap lancang menulis surat ke badan dunia tenis wanita untuk memilih lapangan tempat tim Indonesia bertanding. Yayuk dan Suharyadi akhirnya “keluar” dari tim Indonesia setelah mundurnya Ketua Badan Tim Nasional, Wimar Witoelar, yang dikenal dekat dengan pasangan ini.
Setelah kejadian itu, Yayuk rupanya lebih memilih untuk melanglang buana dan menggapai target menembus 20 besar dunia. Sampai di mana upaya itu? Ketika dihubungi lewat telepon internasional, pekan lalu, Yayuk yang tengah berada di Amerika Serikat bicara panjang lebar. Dia menjelaskan bahwa dia masih perlu 400 poin lagi dari 1130 yang sudah dimilikinya – setelah sukses masuk perempat final Wimbledon tahun ini. "Orang mudah saja bilang tinggal selangkah, padahal yang selangkah itu masih menuntut ratusan poin," ujar petenis kelahiran Yogya itu, dengan nada tetap optimis.
Dia berharap, perjuangannya ini dimengerti. Dan, jika untuk jalan berat itu dia harus merelakan tak mengikuti Sea Games atau PON, dia berharap publik tenis nasional bisa memahaminya. “Lagipula sudah waktunya memperhatikan yang muda-muda, agar tim Indonesia tidak terfokus pada satu pemain saja,” katanya.
Toh Yayuk paham benar bahwa polemik tak kan banyak gunanya. Karena dunia tenis internasional menuntut banyak. Termasuk pengelolaan profesional. Maka, seperti halnya pemain pro yang sudah mapan, Yayuk kini mendirikan YBM (Yayuk Basuki Manajemen), organisasi yang akan mengelola semua kebutuhan Yayuk dalam bertanding. YBM ini hasil kerjasama Wimar Witoelar dengan Yayuk sendiri. YBM yang sekarang ini dikelola seorang manajer Yayuk, Robert Manurung, berurusan dengan kegiatan promosi, keuangan dan program latihan si ratu tenis Indonesia itu. Saat ini YBM telah mempunyai homepage Yayuk Basuki di internet (http://www.perspektif.net/yayuk) – homepage pertama olahragawati Indonesia (Di cabang binaraga, Ade Rai juga mempunyai situs tersendiri). Yayuk berharap sistem ini bisa dicontoh oleh atlet-atlet Indonesia lain jika memang ingin terjun ke dunia tenis profesional.
Untuk mengatur seorang maestro memang perlu sistem. Karena, seperti para juara lainnya, manajer Yayuk mengakui bahwa Yayuk memiliki pribadi yang keras, dan terkadang sulit diatur. Tapi faktor keras kepala itu juga yang menjadi kekuatan Yayuk sekarang ini. Dia bukan lagi gadis lugu yang acapkali “kangen” pulang ke Yogykarta. Bahasa Inggrisnya berkembang bagus, tak kelihatan lagi anak Indonesia ini canggung ketika diwawancara wartawan asing.
Ketika Yayuk melangkah masuk delapan besar Wimbledon, dia mencatatkan diri sebagai wanita Indonesia pertama yang masuk “Eight Club”, lembaga yang menampung para alumni delapan besar turnamen akbar itu. Dengan menjadi anggota “Eight Club” maka Yayuk bisa menikmati fasilitas VIP termasuk hotel kelas satu di mana saja, sama seperti yang dinikmati Martina Hingis, Steffi Graf, Monica Seles, atau si jelita Gabriela Sabatini. Di Asia, selain Yayuk, yang masuk kelompok ini hanyalah Kimiko Date dari Jepang.
Semua ini, kata Yayuk, tak lepas dari jasa sang suami, Suharyadi. Suami dan sekaligus pelatih Yayuk ini pernah menjadi petenis nomor satu Indonesia. "Sebenarnya Mas Suharyadi kalau main masih bagus lho, tapi memang semuanya dia korbankan demi kemajuan saya," komentar Yayuk tentang suaminya.
Pasangan ini memang sudah hidup sebagai petenis profesional sejak Yayuk terjun ke dunia internasional. Tak pernah ada istirahat panjang untuk Yayuk. Di sisa tahun 1997 ini, sudah sederet turnamen menunggunya. Tak hanya di nomor tunggal yang harus disiapkan Yayuk, tapi juga ganda dan sesekali ganda campuran. "Walau istirahat turnamen, tapi sesekali bersama suami saya kembali ke lapangan, karena setelah kami analisis ada beberapa poin yang perlu saya perbaiki dari hasil pertandingan kemarin, ," katanya.
Sang manajer mencatat sekurangnya ada tujuh turnamen dalam waktu dekat, mulai akhir September ini. Yaitu di Tokyo, Leipzig, Dusseldorf, Zurich, Moskow, kembali ke Chicago, dan berakhir di Belarusia. Di sela-sela itu, Yayuk berencana bermain di Indonesia, sekitar bulan November 1997.
Menghindari Sea Games? "Saya nggak mau buang-buang waktu untuk pulang pergi, berhubung jadwal pertandingannya sangat padat. Kalau saya pulang , tiga hari di Indonesia saya harus berangkat lagi. Jadi terlalu lelah. Yang kedua dari segi dana, kita berusaha menggunakan dana seefektif mungkin," ujarnya. Di lain pihak Yayuk juga berharap, pemerintah dan Pelti memahaminya.
Yayuk mengaku sudah mampu independen, bisa kemana-mana sendiri dengan tetap membawa nama Indonesia. "Pemerintah tidak usah mengurusi saya, Pelti tidak usah meributkan saya." Karena, kadangkala sikap Pelti membingungkannya. Sekali waktu, Yayuk pernah mendengar seorang pengurus Pelti berkata kepada seorang rekan petenis muda,”Kamu tak usah tergantung Yayuk.” Dia merasa Pelti ingin menjauhkannya dari petenis-petenis muda. “Padahal, saya hanya ingin memberikan tips, pengalaman saya pada yang muda,” kata Yayuk yang berharap kelak punya hanya satu anak ini.
Bagaimana soal hadiah jutaan dolar yang dikumpulkannya? Disimpan dalam bentuk dolar AS? Penggemar film eksyen dan drama – dia menonton film Pretty Woman sampai enam kali – tertawa. "Sebenarnya aset saya masih tersimpan dalam bentuk rupiah, makanya agak terguncang juga nih. Tapi kalau saya cemas, bagaimana dengan orang-orang yang ada di bawah kita. Ya, kita pahami sebagai perputaran hidup saja," jelas petenis yang di perempat final Wimbledon saja sudah mengantongi sekitar Rp 150 juta ini.
Dan dengan semua kejayaan ini, Yayuk kabarnya tak ragu membagikan sedikit perolehannya untuk kegiatan amal. Di rumahnya, di kawasan Jakarta Selatan, Yayuk konon pernah membantu dana pengaspalan jalan. Juga membantu orang tua saya. Itu kebanggaan tersendiri bagi saya," lanjut gadis Yogyakarta yang tetap “Jawa” walau lebih banyak berada di luar negeri ini. BIODATA Nama: Sri Rahayu Basuki (Yayuk Basuki) Tempat/tanggal lahir: Demangan Kidul, Yokyakarta, 30 November 1970. Agama: Islam Alamat: Komplek Bumi karang Indah, Lebak bulus Jak-Sel. Orang tua: Ayah: Budi Basuki Ibu: Sutini Saudara: Sri Budiarti Sri Sudarmi Singgih Basuki Sigit Basuki Pendidikan: SD Yogyakarta 1983 SMP ragunan-jakarta 1986 SMA Ragunan- Jakarta 1989 Prestasi besar: 1987: Perempat final Wimbeldon junior. 1991: Babak ketiga Wimbeldon Juara Patayya Terbuka 1992: Babak keempat Wimbeldon Juara Malaysia Terbuka 1993: Babak keempat Juara Pattaya Terbuka Juara Indonesia Terbuka 1994: Sampai babak keempat Juara Nokia Juara Indonesia Terbuka 1995: Atlet terbaik versi SIWO PWI jaya Semi final Indonesia Terbuka Babak ketiga Australia Terbuka Babak ketiga Toray Pan Pasifik Babak kedua Indian Wells Babak ketiga Lipton Babak kedua Piala Federasi 1996: Babak ketiga Tasmania Terbuka Babak ketiga Australia terbuka Babak ketiga Perancis terbuka Menang atas Iva Majoli dalam Kanada Terbuka 1997: Babak kedua Australia Terbuka Perempat final Perancis Terbuka Peringkat 21 Peringkat 22 Delapan besar Wimbledon dan beberapa prestasi ganda lain. AS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar